Cerpen Romansa yang pertama kutulis dan aku sedikit kurang puas dengan ini.
Aku adalah seorang pemalu dan pendiam,
orang-orang memanggilku aneh karena aku tidak berinteraksi layaknya orang biasa
dan juga tampangku yang seperti kutu buku. Aku memang menyukai buku dan aku
suka membaca, bukan berarti itu menjadikan ku seorang kutu buku. Aku selalu iri
terhadap orang lain yang memiliki teman dan hidup tenang.
Namaku Junia Miko, dan saat itu
aku masih berumur 7 tahun, aku masih SD. Aku tinggal di Jakarta bersama orang
tuaku. Hobiku adalah membaca buku dan menggambar aku juga lumayan suka mengamati
sesuatu
Suatu hari
aku bertemu seorang laki-laki yang baik dan berkacamata sepertiku, tapi mungkin
dia adalah kebalikannya dari sifatku yang introvert. Dia begitu cerah
seperti alumunium diarahkan ke sinar matahari. Aku bertemu dengannya saat
didepan gerbang sekolah dimana aku sedang menangis karena dibully banyak orang.
Nama dia adalah Ryan Pratama.
Orang yang baik dan kadang dia suka bercanda, dia sangat peka terhadap apapun
di sekitarnya. Dia walaupun masih seumuran denganku dia sudah tinggi seperti
anak SMP.
Saat aku pertama bertemu
dengannya dia menyemangatiku dengan berkata. “Jangan menangis karena dihina
atau dicaci. Mereka hanya iri denganmu, karena kau pintar dan cantik. Ayo masuk
bersamaku.” Pratama memegang tanganku sambil berlari.
Setiap
saat dimana pun aku berada Pratama selalu menemukanku, dan kita selalu bermain,
makan siang dan mengerjakan pr bersama. Aku sangat menikmatinya dan berharap
waktu akan selalu dipihakku.
Karenanya aku bisa mendapat
teman seperti Oktavio Erika, Vito Retno, dan Wiratma Tirta. 2 dari
mereka adalah teman Pratama dan untuk Erika dia adalah teman Tirta. Aku sangat
bersyukur akhirnya aku beinteraksi sesama manusia dibanding bicara dengan
batang pohon.
Pada
saat kami berdua lulus SD. Aku sangat terkejut sekaligus sedih karena Ryan akan
pindah ke Bandung. Saat di tengah sedih Ryan menghampiri dan memelukku.
“Tenang. Jangan menangis, aku tidak akan mati dan kemana-mana.”
“Tapi.... kau akan pergi ke
antah berantah dimana aku tidak bisa menemukanmu karena luasnya dunia ini.”
Ujarku sambil menangis. Ryan melepaskan pelukan itu dan memegang kedua
pundakku.
“Bagaimana kalau kita membuat
janji. Saat kelak kita bisa bertemu, aku akan memberikan kalung yang berbentuk
bulan. Satu hal lagi bagaimana kalau kita berdua memakai gelang ini agar kita
tetap terhubung dan Miko tidak merasa kesepian lagi.”
“Baik.... Baik. Akan aku rawat
baik-baik.” Aku memakai gelang yang diberikan.
“Kalau begitu aku akan
berangkat.” Ryan mencium tanganku.
“Sampai Jumpa lagi. Miko.”
Wajahku memerah sambil menangis.
Aku hanya bisa diam dan
melihat mobil yang melaju di depanku. Aku melambaikan tangan kearah mobilnya
sambil air mata keluar. Mobil itu sudah jauh aku hanya melihat langit yang
cerah dan mulai menggelap. Aku menangis sejadi-jadinya di pesisir jalan sambil
mengatakan. “A-a-ku belum cukup tau apapun tentang dirinya kenapa dia harus
pergi.”
Hari per
hari, bulan per bulan ku lalui tanpa Ryan, yang hanya bisa menyemangatiku
adalah gelang pemberiaan ini dan gambar Ryan di galeri handphone. Aku selalu
bersabar menunggu waktu yang begitu lamanya bagiku. Saat melihat gambarnya yang
muncul di otakku adalah kata ‘Ryan boku ga suki.’ Kata yang takkan hilang sampai aku benar-benar
menyatakannya padanya.
Aku
pindah ke Bandung saat aku menginjak tingkat SMA saat aku menginjak kelas 2
SMA tidak ada angin atau kabar seseorang datang keruang klubku dan temanku yang
bernama Yania Maria. Ternyata itu adalah Ryan, aku melihatnya dan hatiku
berdebar kencang dan otakku yang kegirangan. Wajahku yang memerah tidak kuat
melihat Ryan yang begitu tampan dan berbeda dari dulu.
Ryan datang bersama Baskara
yang terlihat biasa saja dan pandangan yang kosong nan hampa. Mereka ingin
bergabung dengan ekskul kecil namun sangat banyak permintaan yaitu Ekskul Analisis.
Aku
tidak sempat bertemu Ryan sepulang sekolah namun aku bertemu Baskara yang
sedang berjalan sambil membawa payung karena tadi sore hujan. Dia melihatku dan
mendekat. “Junia Sore.”
“Baskara sore. Boleh aku
bertanya sesuatu?”
“Ayo kita duduk disana.” Dia
membelikanku minuman.
“Mau yang mana?”
“Eh...”
“Tidak apa aku yang traktir.”
“Benar tidak usah, aku hanya
ingin menanyakan sesuatu.”
Penilaianku dari awal salah
tentang Baskara ternyata dia orang berpikir jernih dan baik juga layaknya Ryan
tapi versi dinginnya. “Apa Pratama punya pacar?”
“Tidak. Dia selalu menolak
yang menembaknya alasannya dia tidak mau dengan orang yang belum mengenalinya
cukup jauh.” Moodku berubah dari muram ke senang.
“Oh begitu.”
Sudah kuduga dia itu tidak
mudah percaya pada orang lain, dan kadang selalu menyendiri karena sedang tidak
ada orang yang diajak mengobrol. Aku membersihkan kacamataku.
“Aku akan memberitaukan mu
tentang Ryan yang ku tau. Kalau kau bertanya.”
“Boleh aku bertanya sekarang
dan besok?”
“Boleh.”
“Jadi kriteria dia seperti
apa dan sifatnya?”
“Dia tidak mempedulikan kecantikan
dan penampilan, dia lebih menyukai orang yang pendek. Dia sangat aktif walaupun
mottonya yaitu menghemat energi atau malas, dia itu baik dan juga tidak
mempunyai banyak teman. Juga dia suka menyendiri.”
Aku
mendapatkan sedikit informasi yang berguna dan aku juga bertukar nomor dengan Baskara,
agar aku bisa bertanya lagi padanya. Yang penting dia belum dimiliki siapapun
aku sangat bersyukur. “Kalau begitu terima kasih Baskara, kau sangat peka.”
“Sama-sama. Oh iya bila ingin
bertemu apartemennya sama dengan Maira tinggal, lantai 4.”
“Iya.”
Keesokan harinya aku bertemu dengan Ryan saat pulang sekolah. Aku
menepati janjinya dan Ryan terlihat sangat senang karena dari senyumannya dan
air matanya yang keluar. Kami berlari kearah satu sama lain dan berpelukan.
“Sudah lama tak bertemu. Miko.”
“Aku juga rindu denganmu, yan.”
“Kau masih pendek dari ku.”
“Berisik, dasar tiang
listrik.” Kami berdua tertawa.
Saat bertemu Ryan memberikan
kalung berbentuk bulan itu padaku. Seiring berjalannya waktu aku dan Ryan selalu
menghabiskan waktu bersama, seperti kencan, dan menganalisa bersama-sama.
Pada bulan yang sama Maira
dan Baskara memecahkan sebuah misteri yang kusembunyikan yaitu aku dan dia itu
teman sedari kecil. Mereka sangat kompak dan bisa memcahkan itu dengan akurasi
yang tinggi.
Pada
liburan akhir pekan aku dan Ryan pergi ke Jakarta untuk mengunjungi SD lama kita
yang penuh kenangan bersamanya.
Saat sampai disana aku dan Ryan
saling meledek satu sama lain, tapi aku tidak peduli karena itu semua benar dan
fakta. Aku selalu merindukan tempat ini dan saat dulu aku selalu semangat pergi
sekolah karena Ryan.
Sesudah
dari sana kami pun pergi ke Taman Daini dibelakang sekolah. Aku mulai mengingat
kenangan aku selalu membaca buku bersama Ryan. Aku juga ingat dia selalu
memujiku disini ketika selesai ujian. Ryan mengeluarkan air mata. “Aku merasa
ingin kembali ke waktu lalu.” Aku mengusap mata Ryan dengan sapu tanganku.
“Aku
juga tau, aku ingin seperti dulu lagi.”
“Kau tau, kita sudah lama
berteman, dan menurutku....” Ryan mengusap matanya dengan lengan
“Ayo tidak apa-apa katakan
saja.
“Baik. Menurutku Miko salah
satu yang membuatku lebih gembira di banding aku bermain dengan yang lain.
Dan... aku sudah lama mungkin sejak kls 6 aku menyimpan perasaan padamu, dan
aku pernah menolak pindah karena masih ingin bersamamu.”
Ryan memegang kepalaku dari
belakang dan mendorong kearahnya. “eh....” Ryan langsung memelukku. “Aku
menyukaimu Miko, dan aku tidak ingin kehilangan atau berpisah denganmu.”
“Ryan aku beruntung memiliki
teman sepertimu. Yang sangat peduli dan baik. Aku juga menyukaimu. Ryan.” Aku
memeluknya erat.
Rasanya hangat dan nyaman aku
sangat menyukainya karena kebaikkannya, sifatnya, dan juga raganya. Aku menatap
mata Ryan dan mencium bibirnya yang sedikit keras dan hangat.
Setelah itu aku berlari menuju
toilet umum untuk berteriak karena senangnya karena akhirnya aku bersamanya
tidak berpisah lagi. Apalagi aku mendapat ciuman pertamaku dari orang yang
kusuka. Aku terus-terusan berkata. “Akhirnya.” Sambil air mataku keluar karena
rasa syukur.
Waktu ke waktu, hari ke hari, bulan
ke bulan yang kami lewati, jalani dan ikuti. Selalu bersama meskipun tidak
setiap waktu namun ikatan itu terus melekat dalam diriku. Kami pun lulus lalu
melanjutkan kulian, meskipun berbeda jurusan namun aku sering kencan
bersamanya.
Kami pun lulus pada saat
wisuda secara mengejutkan Ryan ada didepan karena prestasinya yang tinggi
menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Baskara dan Retno. Pada setelah itu
Ryan berkata. “Aku juga berterima kasih pada pacarku Junia Miko yang telah
menemaniku dari SD sampai sekarang. Dan juga bisakah kedepan.” Aku berjalan
kedepan dengan suara tepuk tangan.
“Ini memalukan Ryan aku
tidak suka dilihat banyak orang.”
“Tidak apa. Ini hanya
sebentar. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu.” Ryan berlutut melakukan
propose dan mengeluarkan kotak cincin tunangan.
“Aku mohon menikahlah
denganku.” Suara teriakan dan tepuk tangan dari semua orang terdengar keras di
dalam gedung. Wajahku memerah lalu menatapnya dengan penuh rasa ecstatic.
“Iya aku terima. Darlin.”
Sorakkan dukungan terdengar keras. Ryan langsung memasangkan kejari manisku.
“Miko aku mencintaimu.”
Aku langsung memeluknya.
Pada akhirnya kami pun menikah
dan membentuk keluarga yang bahagia nan harmonis karena sifat Ryan yang peduli
dan peka. Aku menyukainya seumur hidupku seperti aku mencintai orang tuaku. Kau
adalah satu-satunya yang bisa mendistorsi hidupku ke versi yang lebih baik.
Beruntungnya aku, meskipun saat kelas 1 aku masih mengobrol dengan batang
pohon.
Kredits
Penulis – Faris Azhar
Pengarang – Faris Azhar
Refrensi – Nisekoi
Jijyou wo Shiranai Tenkousei ga Guigui kuru
Boku ga Aishita Subete
no Kimi e
Genre – Romance, Slice of Life, Drama
Special Thanks – Fidlal Mulqi Akbar
Agung Eka
Azmi Faisa
Syam Rifai
幼なじみ = OsanaNajimi = Teman Masa Kecil
Komentar
Posting Komentar