Beberapa hari setelah hari pertama masuk sekolah, aku pernah diminta ikut dengan seseorang laki-laki yang tak ku kenali ia memintaku untuk ikut dengannya setelah pulang sekolah. Entah apa maksudnya aku mengiyakan keinginannya karena kelalaiannya aku tentang mengidentifikasi seseorang dengan melihat sifatnya. Aku tidak tau bahwa sifatnya itu hanya sebuah tipuan semata yang tidak bisa dibedakan bagaikan melihat semut bergerombolan.
Namaku Uchida Hazuki aku
tinggal sendiri di Shinjuku, hidupku memang begitu sial. Aku masih SMA kelas 1,
ibuku sudah meninggal saat aku masih SD dan ayahku pergi ke antah berantah
entah mencari apa, tidak ada kabar maupun angin darinya.
Saat aku membeli makanan dikantin dan
hendak memakannya di taman belakang. Ada laki-laki yang menghampiriku bernama
Futaba Amane. Tampang yang seperti karakter kartun komedy, entah apa maunya dia
memintaku untuk bertemu dengannya di pertigaan jalan.
Aku menepati janji itu karena
tidak ada rencana yang akan kulakukan aku sangat senggang. Lagipula aku ini
seorang pemalas yang selalu malas pergi sekolah dan cukup tertutup. Aku
melihatnya dengan entah siapa itu dan wajahnya yang sok baik. “Maaf menunggu
Uchida-san.”
“Jadi apa maumu?”
Mengejutkannya dia langsung
menyatakan cinta kepadaku, itu membuatku kaget karena tiba-tiba seperti ini.
Aku cukup heran kenapa dia melakukan ini padahal aku sudah seperti kroco
dikelas walaupun aku dipilih menjadi ketua kelas. “Hah? Apa yang kau lakukan?!”
“Sudah jelas bukan. Aku
menyukaimu.”
Sudah pastinya jelas aku
langsung menolaknya karena aku tidak tau apa-apa tentangnya. Tapi usaha menolak
itu gagal karena dia membawa tukang pukul yaitu orang tuanya. Dasar lemah, aku
saja yatim piatu. “Licik. Kau membawa kawan.”
“Sudahlah mau tidak? Atau...”
“Iya, iya sudah aku tidak mau
terintimidasi.”
“Baguslah. Sekarang coba
panggil nama depanku. Namaku Futaba Amane, kau pasti Hazuki-chan.”
“A-amane-kun.”
“Mohon kerja samanya ya.”
Aku kesal dengan perilakunya yang
lemah, dan sok keren. Kenapa harus aku tidak yang lain saja kan masih ada yang
lebih cantik. Seperti Hanazono-san dan Goto-senpai dia lebih menawan daripada
aku.
Hari per hari kulalui
status cinta palsu ini. Nihil rasanya, lihai penggunaannya dia selalu membawaku
malam hari entah apa alasannya. Aku juga mulai belajar untuk lebih hati-hati
terhadap orang lain, mungkin aku akan terjebak dalam situasi seperti ini. Dunia
sudah seperti penjara yang luas ketika terjebak dalam situasi ini seperti
memperkecil penjaranya.
Amane sudah mulai kasar
padaku, seperti merabaku seenaknya dan pernah mencium bibirku, kau ini sudah
ditolak memaksa dan mengancam dasar laki-laki pengecut. Berani sedikit lah.
Apalagi ketika disekolah aku harus berpura-pura suka padanya padahal aku sudah
menyimpan perasaan pada seseorang saat aku masih di Osaka.
Suatu hari saat aku ditaman dan
merenung melihat langit dan pohon, ada laki-laki teman sekelasku yang
mendatangiku bernama Takahashi Koori orang yang hawa keberadaannya tipis,
introvert, dan ekspresi yang hampa nan kosong. “Apa maumu?” Aku menjawab dengan
rasa tidak enak diri.
“Tidak. Aku hanya
kebelakang.”
“Oh begitu.”
“Seseorang memaksamu?”
Entah apa tujuannya dan
kenapa dia bisa tau aku sedang ada masalah. Apa dia semacam intel atau private
investigator jadi tau apapun. Mungkin saja dia memiliki privilege
disekolah ini. “Apa maksudmu?”
“Ada seorang laki-laki
bernama Futaba yang mengancammu.”
“Tidak. Tidak ada.”
Aku hanya menutupi itu karena
aku tidak mau orang lain terlibat dalam hidupku.
“Kau ini terlalu lihai dalam
berbohong. Aku juga memiliki bukti. Pertama saat malam aku melihatmu sedang
berjalan dengan Futaba. Kedua tadi saat pergi sekolah aku melihatmu dengan
Futaba belok kearah bawah tangga. Aku tak sengaja melihat hal yang tidak ingin
ku sebutkan, yang pastinya melecehkanmu.”
“Kau ini seperti detektif
yang ada di film saja.” Dia mengeluarkan handphone dari sakunya.
“Ini tambahkan nomormu.
Hubungi aku bila butuh.”
Aku mengambil handphonenya dan memasukkan
nomorku. Apa-apaan dia ini seperti bodyguard saja. Dasar sukarelawan.
Aku menyetujui
permintaannya untuk menolongku karena itu adalah tugasnya sebagai bagian
keamanan di Osis. Ya... aku juga tidak bisa menolaknya meskipun dia bukan
bagian Osis juga, malahan aku lebih menghormati orang yang sukarela membantu.
Kami mengobrol beberapa menit di
taman. Dia membuat rencana yaitu saat aku akan bertemu dengan Futaba aku tidak
lupa untuk menelpon Takahashi-kun yang akan siap bila dibutuhkan.
Keesokannya dan pada jam
pulang aku tidak sengaja bertemu Futaba di gerbang, saat itu aku akan memulai
rencana tapi digagalkan handphoneku direbut olehnya. Aku ditarik dia menuju
dekat stasiun dengan kasarnya. “Hey sakit tau. Apa maumu?!”
“Kau mau memanggil siapa?”
“Temanku. Aku mau
mengerjakan tugas kelompok.”
“Teman? Kau tidak
mempunyai teman. Itulah kenapa aku memilihmu.”
“Kau ini pengecut karena
alasan, atau karena keturunanmu?”
“Berisik!” Dia mengikat
tangan dan kakiku.
Rasanya aku tidak ingin hidup,
aku harap aku tidak lahir. Mengeluh rasanya melegakan hati yang selalu merendah
ini, semoga Takahashi bisa datang aku hanya bisa berharap. Oh iya aku baru
ingat aku mengirim pesan padanya. Terdengar handphoneku berdering dan Futaba
menjawabnya. “Siapa ini?”
“Ada apa menelpon
pacarku?”
“Ayo kesini saja. Kalau
berani.”
Wah sepertinya egonya
mulai menyerang. Sepertinya dia terkena sarkasme yang diberikan Takahashi-kun karena
saat mengobrol aku memberi tau tentangnya. Futaba mendekat dan menamparku
dengan keras. “Sakit tau!”
“Kenapa kau berkhianat?!”
“Apa gunanya kau dalam
hidupku, hah! Kau hanya mendistorsi hidupku. Keparat!”
Dia memukul perutku. Tak
ada yang bisa kulakukan yang kubisa hanya diam, dan menunggu sang harapan
Takahashi-kun. Aku mendengar suara sepatu sepertinya itu Takahashi-kun. “Hey.
Memukul wanita itu tidak boleh.”
“Berani juga kau ya.”
Dengan santainya Takahashi-kun mendekat
kearahku dan hendak melepaskan ikatan tali di kaki dan tangan.
“Hey. Jangan main-main.”
“Aku malas melawan dan
menggerakkan tubuhku.”
Futaba marah besar dan
hendak melawan Takahashi-kun dari belakang. Anehnya pukulan itu tidak mengenai
Takahashi-kun entah bagaimana mengelaknya. Takahashi-kun menoleh kebelekang dan
menarik tangan Futaba lalu menyerang perutnya dengan lututnya. Anehnya wajah
dia terlihat santai dan kosong.
“Akh.... titik lemahku.
Bagaimana kau bisa tau?”
“Aku tidak tau apa-apa yang
kau ketahui namun aku tau apapun yang tidak kau ketahui. Ayo kita pergi,
Uchida-san.”
Berkatnya Futaba tidak pernah
muncul lagi dihadapanku, dia sudah menjadi 100% kroco disekolah. Aku sudah
lepas dari ancamannya, status palsunya dan kekotorannya. Saat aku diselamatkan
olehnya, Takahashi-kun tidak sengaja menyebutkan nama saudaranya yang dimana
itu adalah teman masa kecilku. “Izumi? Sakaki Izumi?”
“Iya dia? Ada apa
denganmu?”
“Dia adalah teman masa
kecilku saat masih di Osaka.”
“Dia sekarang tinggal di
Chiba.”
Sudah lama aku menyimpan
perasaan pada Izu-kun, aku selalu menganggapnya keren karena orangnya sangat
berani dan rada sok pintar. Aku ingat masa itu, sepertinya aku akan menemuinya
nanti saat liburan. Takahashi-kun memberikan handphonenya dengan nomor Izumi.
“Panggil dia.”
“Hah? Tunggu kenapa
sekarang?”
“Kalau tidak sekarang
kapan lagi?”
Setelah menelpon Izumi
berkata kalau dia sedang liburan ke Shibuya. Dari Shinjuku hanya beberapa
stasiun untuk dilewati jadi bisa dibilang dekat. Aku bilang besok aku akan
menemuinya, karena aku akan menyatakan perasaanku yang sudah begitu lamanya dan
tidak terurus.
Hari esok adalah hari minggu aku
berniatan pergi ke Shibuya. Aku pergi ke stasiun dengan penuh semangat baru.
Mungkin ini menjadi hari terbaikku di tahun ini, maksudku apa yang spesial dari
hidupku apa keluhanku yang menggunakan majas metapora atau menggunakan
kata-kata bijak, agar terlihat mengkesan.
Aku sampai di Shibuya dan
langsung berlari ke taman Yoyogi dimana itu adalah tempat janjinya. Aku melihat
Izumi yang sudah tambah tinggi dan berbeda, aku langsung mendekat kearahnya.
“Izumi!”
“Hazuki-chan. Sudah lama
tak jumpa, oh iya ini pacarku sejak SMP.”
“Hai. Namaku Tachibana
Reiko, salam kenal.”
Jelas aku terkejut
telah lama aku tunggu ternyata sudah ada yang lebih baik. Malahan dia jauh
lebih cantik dariku dan lebih sopan daripada aku yang selalu berbohong. Moodku
seketika berubah menjadi sedih, aku merasakan air mata keluar dari mataku.
“Ah... Salam kenal aku Uchida Hazuki. Kau sangat cantik.”
“Ah bisa saja. Terima
kasih.” Aku mundur perlahan.
“Kalau begitu aku
pulang. Urusanku hanya melihat teman sedari kecilku saja. Dah! Aku tidak
membutuhkanmu lagi! Senang bisa kenal!” Aku mulai berlari.
“Hey! Tunggu Hazuki!
Kita belum lama!”
Aku langsung berlari kearah
stasiun yang menuju Shinjuku dengan air mata yang terus menerus keluar dan
menangis ditengah jalan, aku hampir menabrak seseorang. Kenapa? Kenapa?!
Kehidupan yang sudah kurancang dan kubuat ini selalu berakhir sial! Kenapa?!
Pertama aku selalu dibulli saat SD dan SMP, kedua ibuku meninggal dan ayahku
pergi entah kemana. Aku hanya ingin menikmati masa mudaku dengan Izumi! Ahhh
aku sudah muak! Percobaan bunuh diri sudah didalam saku. Aku tak nyaman!
Aku beristirahat sebentar di
bangku stasiun sambil mengusap mataku. Kenapa aku selalu tidak beruntung,
kehidupan apa ini? Aku sudah membuat jadwal agar hidupku lebih nyaman, aku
sudah merubah penampilanku, aku sudah mendapat beberapa teman yang baik. Tetapi
kenapa?! Kenapa?! Selalu ada yang merusak hidupku. Aku menutup wajahku dengan
tanganku dan menangis sejadi-jadinya “Kenapa?! Kenapa?! Aku selalu begini?! Aku
hanya ingin hidup nyaman?! Aku belum siap mati?! Orang yang ku sayangi menghilang!
Aku hanya bisa berharap aku mengubah masa lalu.”
Aku sejak kecil selalu berdiam di
kamar mandi sambil mengeluh dan menangis, karena aku selalu ditimpa kesialan
dan beban. Dan juga aku sering kehilangan orang yang kusayangi dan kuhargai.
Aku bisa apa? Temanku hanya 3 orang saja yaitu Takahashi-kun, Kei-chan, dan
Yanagi-san, tidak ada lagi dan aku tidak ingin kehilangan mereka bertiga.
Aku pulang dengan perasaan tak
nyaman dan merasa terkurung lagi. Aku selalu berpikir terus menerus untuk
mengubah masa depan tetapi itu tidak bisa karena aku tidak punya apa-apa lagi.
Sesampainya di apartemen aku
langsung menuju kamar dan mengunci diri didalamnya. Pada akhirnya aku menjadi
Hikikomori karena hidup tak karuanku ini. Ah sudahlah aku mau bermimpi, bila
aku bangun aku akan ke dapur mengambil pisau dan tidur lagi dan lagi sampai aku
menuju lucid dream dan secara tak sadar membunuhku.
Jika dipikir-pikir, untuk apa aku berharap lebih pada dunia yang busuk ini. Sialan.
Kredit Penulis –
Faris Azhar Ide – Adly
Priladi Latar: Tokyo, Shinjuku
Jepang
Pengarang – Adly
Priladi Faris Azhar
Faris
Azhar Genre – Drama, Suicide
Attempt.
Refrensi – Nisekoi, Omori,
Oregairu, Jisatsu Yoteibi
Lagu Hindia – Perkara Tubuh,
One Chance – Albert Hammond Jr.
Komentar
Posting Komentar