Selamat Datang Di “Neraka”
Aku bersekolah disebuah sekolah yang tidak terlalu memperhatikan tentang media sosial atau akun medsos siswa/siswinya, namun sekolah ini ketat akan aturan pembullian atau perundungan. Tetapi tetap saja, mereka buta akan cyber bullying.
Aku Pramoedya, seorang siswa sekolah ini bisa dibilang aku terkenal karena aku multitalenta dan cerdas dan juga aku adalah seorang culun. Sejauh ini aku tidak pernah mendapatkan sebuah pembulian dan perundungan. Mungkin mereka ingin melakukannya namun sayang mereka akan terkena masalah dan berdampak pada nilai moralitas sekolah dan nama baik sekolah.
Aku adalah seorang nerd internet, aku juga membuat akun dimana aku bisa menulis karya cerpenku dan karya tulisku. Aku memiliki akun sosial media juga namun dengan sedikit pengikut. Aku mengikuti beberapa akun murid lainnya dan akun sekolah, karena untuk melihat informasi yang beredar disekolah yang mungkin saja tak kudapatkan di sekolah atau dimading sekolah.
Suatu hari aku pergi sekolah seperti biasanya dengan rasa semangat tak semangat. Namun pada umumnya manusia dirancang untuk memiliki rasa malas dan rasa semangat, itulah sebuah sebab mengapa manusia itu adalah objek yang mustahil bisa menjadi sempurna. Karena kita hanya di tuntun untuk menjadi lebih baik agar bisa meraih kepuncak paling atas bak meraih sebuah apel dipohon yang sangat amat tinggi.
Aku melaksanakan dan menjalani kegiatan belajar pada biasanya, tanpa ada kekacauan dan kegaduhan. Namun saat aku hendak pulang melalui jalan biasa yang sering dijumpai, aku mampir kesebuah toko kelontong hanya untuk membeli sebuah minuman dan duduk manis di kursi umum yang tersedia disepanjang jalan.
Tiba-tiba segerombolan pria yang bisa kukira kirakan seusiaku ikut duduk sambil menatapku dan rasanya aku sedang di intimidasi. “Hey culun, sedang apa kau?”
“Terlihatnya seperti apa?”
“Haha dasar, berani juga ya kamu di tempat seperti ini sendirian.”
“Aku masih dibumi, lagian ini tempat umum. Jika bukan kenapa kalian tidak menyuruhku untuk membayar pajak tempat?” Aku berbicara berlaga sarkasme.
“Dasar orang pintar jangan pikir kami bisa diceramahi oleh kamu! Sana pergi dan jangan kesini lagi, atau kami hajar tanpa ada rasa bersalah.” Segerombol pria itu mulai pergi dariku.
“Hmm, preman sekolah.” Aku menyeruput minumanku. “Ah sudahlah mengapa aku duduk disini sampai matahari tenggelam.
Aku pergi dari tempat duduk itu dan mulai menyeruput minumanku sambil berjalan dan berpikir tentang pelajaran dihari esok. Aku baru pertamakali merasakan bagaimana segerombolan orang didekatku dan menanyaiku, itu seperti sebuah hal yang mustahil kudapatkan. Ah sudahlah mereka juga tidak bermaksud baik padaku.
Sesampainya aku dirumah aku menyalakan komputer seperti biasanya, aku mulai membuka Visual Studio Code dan Microsoft Word. Aku mulai mengetik cerpen pada biasanya dan belajar sedikit koding lagi menggunakan php dan Python. “Sudah lama juga ya aku menekan keyboard ini.” Aku mulai membuka browser dan menuju twitter dan facebook hanya untuk sekedar hiburan ditengah istirahat.
Saat ditengah aku menggulir twitter aku melihat sebuah unggahan dari satu teman sekelasku yang mengatakan. “Si pintar sendirian di trotoar tanpa seorang teman, orang aneh haha.” Aku langsung kebingungan karena aku tidak tau apakah ini sebuah gurauan belaka atau memang mengarah kepada seseorang?
Di poin itu aku terdiam dan tak menghiraukan sama sekali, aku lanjut menggulir halaman dan melihat foto orang sedang berlibur dan video hewan peliharaan. Beberapa saat kemudian sebuah akun anonim menebarkan sebuah opini dan argumentasi tentang orang culun dan pintar.
Aku membaca perlahan. Aku membenarkan kacamataku, dan mengusap dahiku yang berminyak. “Aku lebih baik dari si pecundang pintar itu. Aku sangat membencinya jika sekolahku tidak ada aturan melarang pembulian mungkin aku akan menghajarnya sampai mati hingga tergeletak tanpa sebuah artian khusus. Aku sering kali melihatmu dijalan trotoar lalu aku dan temanku menahanmu dan kau selalu menahan diri, cihh dasar lemah. Aku juga selalu melihat kau dengan wanita yang sangat kusukai dikelas dan aku sangat benci melihatnya itulah mengapa aku selalu mengacau perbincangan kalian berdua. Haha sini kau lemah, kau hanya pintar saja orang aneh.” Aku membaca keseluruhan dengan seksama, dan membuat hatiku tertusuk oleh panah yang tak terlihat. “Itu menyakitkan tau.” Dengan rasa gemerlap hati aku membalas unggahan tersebut. “Aku hanya tidak peduli denganmu saja haha? Apa aku yang kegeeran ya? Soalnya cerita ini sangat membekas dikepalaku.” Tiba tiba secara mengejutkan komenku langsung dijawab.
“Iya itu padamu dork. Sudah kuduga kau memang tak berani.”
Semua yang kau bela, semua yang kau cela komenku yang kau anggap responsif, hanya tak peduli dan menahan diri dianggap lemah. Dasar influencer hanya tertawa dibalik kaca.
Dia seorang influencher yang sudah menuai banyak dukungan dari pihak besar dan perusahaan besar. Kau memang terkenal namun kau tak pernah merasakan bagaimana menjadi diriku.
Aku berpikir terus menerus dan mulai sedikit terobsesi pada orang ini, aku memikirkan sebuah strategi untuk menghadapinya sedikit demi sedikit. Aku turun kebawah tangga dan melihat adikku sedang menonton telivisi. Tiba tiba orang itu muncul ditelevisi karena terkenalnya dia. “Hey dik, ngomong-ngomong kukenal dia juga.”
“Benarkah?”
“Iya dia cukup terkenal.”
Setelah berbicara dengan adikku aku kembali kekamar dengan secangkir coklat panas. Aku duduk kembali dan saat kulihat, orang itu muncul diberita bulletin. “Bagaimana jika aku membuat sebuah karangan bunga bertuliskan ‘Turut berduka cita’ haha itu aja menjadi puncak komedi sealam semesta.”
Aku melihat informasi di grup kelas, ternyata mereka berniat untuk menjenguk orang itu, haha aku jadi semakin kegirangan seperti ini. Aku rasanya ingin membalas dendam padanya. Aku bertanya di grup “Ngomong-ngomong dia kenapa, bisa masuk berita begitu?” satu orang menjawab. “Heyy apa kamu tidak membaca keseluruhan? Dia mendapat endorse banyak dan dia sedang sakit karena depresi.”
Bukannya dia yang agak bodoh, karena tentang dia di endorse tidak ada di bulletin online tadi. Ah sudah lah aku akan datang namun paling akhir.
Depresi? menarik, mungkin aku akan menanyai beberapa hal atau tidak juga.
Keesokan harinya setelah kegiatan sekolah, kami satu kelas akan pernah untuk hendak menjenguk orang yang telah membuat cyber bullying terhadapku. Aku tidak mempunyai rasa benti padanya namun aku hanya ingin memberinya sebuah pesan. Aku dan yang lainnya memasuki rumahnya.
Mereka bertanya-tanya keadaan orang itu dengan wajah penuh khawatir dan wajah kasihan yang dibuat-buat seolah nyata mengkhawatirkannya. Sampalah saat dimana hanya aku berdua diruangan tersebut. “Oi, kau tidak ingin bertanya?”
“Aku hanya ingin mengatakan sesuatu.” Aku mendekat.
“Apa culun?”
“Kau dikucilkan di perusahaan besarmu dan kau juga hancurkan?” Wajahnya seketika berubah menjadi terkejut. “Bagaimana?” aku membaca seluruh isi pesannya di akun anonimnya dengan cara aku membuat akun anonim juga. “Semuanya tidak ada yang nyata, dan kau termakan olehnya. Lihat sekarang kau dimana?” Batinnya yang mudah digembala hanya mengacu dan bersujud pada kekosongan yang nihil adanya.
“Apa maksudmu?! Hah?!” dia menarik bajuku.
“Kau bilang aku lemah. Jelas hal itu memang tak ada, karena kau tidak pernah sama sekali merasakannya. Kau hanya duduk manis tertawa memakiku di akun anonim. Gagah sekali kau dibalik kaca.” Kepalaku diadu olehnya, dan kacamataku terjatuh hingga satu lensa retak. “Memangnya kau tau apa???!!!” wajahnya marah sekali.
“Aku berharap didepan rumahmu ada sebuah karangan bunga. Satu hal lagi. Semoga kita semua masuk neraka, namun kudoakan panjang umur bagimu.” Aku tersenyum lalu dia menjatuhkanku hingga terbentur ke kursi. “Kau adalah manusia paling brengsek aku temui.”
“Kau adalah manusia paling tidak bisa melihat kaca dengan refleksi dirimu sendiri.” Aku bangun dan mengambil kacamataku lalu memakainyanya kembali. “Selamat datang di Neraka.”
Aku pergi tanpa pamitan, lalu seluruh teman sekelasku melihatku dengan kacamata retak. “Pram kau kenapa?” aku berjalan tak menjawab pertanyaan.
Aku berjalan ditrotoar dengan pemandangan pantai yang luas, aku berhenti melihat pantai barat. Lalu aku mengatakan “Selamat datang malam. Panjang Umur.”
Keesokan harinya aku terbangun dan bersiap-siap untuk sekolah seperti biasanya. Aku membuka handphone dan menggulir sosial media, dan ternyata akun anonimnya mengunggah sesuatu. “Apa maksudnya, masuk neraka. Dasar orang bodoh dan aneh.” Aku menyeringai unggahannya.
Aku melaksanakan kegiatan sekolah pada umumnya dengan perasaan penuh kepuasan dan rasa keamanan. Aku melihat ke media, tak terlihat lagi di brand yang bisa mengendorsnya, namun sekarang aku tidak melihatnya sama sekali. “Kau merasakannya pasti.” Mulai hancur reputasinya. “Turut berduka.”
Aku membuka grup kelas dan hebohnya dia keluar dari sekolah karena tak bisa membayar spp selama 6 bulan.
Dia sudah hancur, rapuh jatuh dan putus asa. Akan kukatakan “Selamat Datang Di Neraka, Turut berduka dan panjang umur.
Pesan Moral
Gagah dibalik kaca, memaki seseorang di sosial media itu sangatlah buruk, meski status sosialmu lebih tinggi daripada orang yang engkau bully. Pada akhirnya jika engaku melakukan hal seperti itu kau aja menjumpai malapetakamu bak seperti menjumpai pembunuh berantai dihadapanmu.
Credits
Writers – Muhammad Faris Al-Azhar
Reference – Hindia – Matahari Tenggelam
Special Thanks to
Tsania Nurrussilmi
Nabil Rizki Ar-rahman
Komentar
Posting Komentar